Herry Zudianto " Walikota Jogja Favorit" (koe)

Herry Zudianto. Sosok sederhana, pengusaha batik yang sukses karena kejujuran dan kerja keras. Berhasil merebut hati rakyat kota Yogyakarta, sampai slogan rakyat adalah walikota hebat kota Jogja hanya ada 3 : Herry Zudianto, Herry Zudianto, dan Herry Zudianto!




Beberapa award yang diraihnya :

Bung Hatta Anticorruption Award 2010
Penghargaan Kota Bersih (Bidang Lingkungan) Terbaik Tingkat Nasional
Otonomi Awad (Bidang Pemerintahan) Grand Category Region in Leading Profile on Political Performance, Special Category Region in a Leading Innovative Breakthrough on Public Accountability


Sebagai penduduk D.I.Yogyakarta, yang tiap hari bertemu kota Yogyakarta, saya benar-benar merasakan perkembangan, toleransi yang timbul dari era kepemimpinan HZ. Bila ada usul, langsung buat proposal, lontarkan, tidak takut ditekan. Komunitas-komunitas baik musik, seni, akademis tumbuh dengan sehat karena tidak hanya diizinkan tapi didukung. Kesejahteraan dan pelayanan terhadap masyarakat sangat baik. One of a kind. Tapi saya tidak hanya ingin memuji, saya ingin menganalisa sejarah keberhasilan walikota ini dari sudut pandang sesederhana mungkin yang memberikan pemahaman yang luas. (after the break)

A must read for people interested in Leadership and Community Development is :
MAJALAH TEMPO - Edisi Khusus Kepala Daerah Pilihan 2012, BUKAN BUPATI BIASA 

Disini dijelaskan ada kesamaan pelajaran yang diambil oleh 7 kepala daerah ini: Korupsi membuat jarak dengan rakyat, sedangkan kejujuran dan pelayanan total akan meraih kepercayaan dan simapti rakyat. A true leader works for people.
......................

Ternyata sulit mencari biografinya sebelum jadi walikota, so let's see what we've got for the time being. Herry Zudianto lahir dan tumbuh di Jogja, sekolah di Universitas Gadjah Mada jurusan Teknik Sipil, kemudian pindah ke Akuntansi pada universitas yang sama. ( Can't blame him, untuk orang-orang berjiwa sosial atau straight agak menggerus jiwa sekolah di teknik, apalagi di dunia konstruksi. Bukan karena susahnya pelajaran atau pekerjaannya, tapi lebih karena dunianya korup, kualitas pekerjaan jadi rendah, dan profesional konstruksi jadi punya kualitas hidup rendah pula ). Setelah masuk Akuntansi ini, sepertinya jalur hidupnya mulai lurus dan benar.

Beliau bekerja sebagai auditor internal di PT.Kusumohadi ( Batik Danar Hadi Solo ) selama dua tahun, kemudian mendirikan Wisma Batik Margaria. Saya kurang tahu, proses beliau mendirikan Margaria, apakah modal sendiri atau dapat warisan orang tua, atau awalnya menjadi downlinenya batik Danar Hadi itu sendiri. But this was also a big turning point. Bisnis berkembang, hingga beliau memutuskan perlu mengambil Magister Manajemen di UII Yogyakarta sebagai tambahan ilmu dan bekal membuat bisnis yang lebih solid. Dan selama kehidupan bisnisnya ini pula, HZ mengembangkan koneksi, keberanian, jiwa kepemimpinan, solidaritas, kepedulian, aktif di organisasi, karena untuk menjadi pengusaha yang sukses dan usaha yang sustainable mau tidak mau ya harus mempunyai hal-hal tersebut. Jalan wiraswasta memang terbukti menggembleng pemimpin-pemimpin besar di era moderen ini, meski tidak semua dari latar belakang swasta. Kalau dulu, kepemimpinan banyak timbul dari kalangan ningrat, kaum terpelajar, dan militer, namun ketika masa sudah damai, golongan ini berkurang jiwa pengorbanan ikhlasnya dan beralih mengejar materi demi keuntungan sendiri.Dan tidak semua pengusaha bisa memimpin, banyak yang hanya ngeboss untuk kepentingannya sendiri.

Dari koneksi, teman-teman organisasi ini yang kemudian mengusulkan HZ mencalonkan diri sebagai Walikota. It takes a good person, and i also takes good people to support. Kalau tidak ada yang mencalonkan, ya tidak bakal jadi walikota. Dan apabila beliau sendiri yang ingin mencalonkan diri, niatnya saat memimpin akan jadi tidak tulus. Tuhan akan mempertemukan orang-orang baik yang punya niat yang sama.

Selama 10 tahun memimpin Jogja, HZ tidak terikat pada hutang budi politis,( meski pasti ada, namun tidak banyak berpengaruh ) sehingga leluasa berbuat dalam koridor kekuasaannya. Karena usahanya juga berlatar belakang budaya, maka beliau sangat peka terhadap komunitas-komunitas budaya di Jogja, dan merupakan kebetulan yang pas antara latar belakang beliau dengan kebutuhan kota Jogja saat itu.

Pada tahun-tahun pertama, fokusnya adalah peningkatan infrastruktur fisik kota sebagai pondasi pengembangan, lalu diikuti pengembangan infrastruktur halus seperti kebudayaan dan pariwisata di atasnya. Pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan dilakukan dulu, baru kemudian peningkatan kesadaran kebersihan kota, donor darah, bersepeda, dan kegiatan sosial lain ditangani.
 Filosofinya adalah kebutuhan perut dituntaskan dulu, baru berfikir ke pengembangan.

kebutuhan infrastruktur di gelar dulu, baru berfikir untuk aktivitas di atasnya. Proses berfikirnya adalah dari cita-cita dulu, tapi proses kerjanya adalah dari realistis dulu.

ide kakinya kecil, perlu didukung oleh banyak faktor untuk mewujudkan. so start small, start real.







Komentar